Tuesday 31 August 2010


SERUMPUN PADI

 
Serumpun padi di sawah
Sawah yang kotor oleh Lumpur
Sawah yang terik oleh matahari

 
Serumpun padi
Lambang pengabdian penuh setia dari petani

 
Dia hidupi sebanyak-banyak nyawa
Dari keringat dan deru nafasnya.
Hitam kulitnya
Adalah tanda waktu kesetiaan
Dalam pengabdiannya.

 
Jasa yang tiada banding, tiada tanding
Atas petani; atas serumpun padi
Yang tak berharap tempat tinggi
Dan tak hendak merebut kursi
Karena kursi sering
Membutakan hati nurani.

 
(*)EMAS LEBIH BERHARGA DARIPADA PADI?

 
    Akhirnya raja manusia condong kepada pendirian raja emas dan menjatuhkan keputusan emas lebih berharga daripada padi. Mendengar keputusan itu, raja emas sangat girang dan gembira, kembali ke istananya dengan hati besar. Sebaliknya raja padi sangat kecewa. Kepada raja manusia ia bertanya "Jadi Baginda Raja manusia berpendapat emas lebih berharga daripada padi, perhiasan lebih berharga daripada pangan?" Jawab raja manusia: "Kebenarannya memang demikian."
    Raja padi pulang dengan masygul. Sampai di istana memanggil patih dan berkata kepadanya: "Sampaikan perintah kepada semua padi di ladang, di sawah, dan di lumbung-lumbung, dan semua beras di rumah-rumah orang, malam ini kita pergi meninggalkan negeri manusia!"
    Perintah disebarluaskan, dan semua padi dan beras lenyap dari negara manusia. Paginya rakyat mau menanak nasi, beras tidak ada sebutir pun. Raja dan rakyat kelaparan. Cepat-cepar raja manusia memanggil raja emas dan diperintahkan agar dengan emas yang ada padanya membeli beras sebanyak-banyaknya untuk raja dan rakyat.
    Dengan emasnya yang berlimpah raja emas mau membeli beras, tetapi seluruh negeri tidak ada beras. Tahulah sekarang raja manusia bahwa padi lebih berharga daripada emas, pangan lebih penting daripada perhiasan.
    Dari dongeng tentang emas dan padi di atas dapatlah diambil kesimpulan bahwa makanan atau pangan menjadi kebutuhan hidup manusia yang lebih penting bila dibandingkan dengan perhiasan atau kedudukan (raja). Dengan kekayaan yang berlimpah, dengan pangkat dan kedudukan yang tinggi tidak menjadi jaminan kita hidup, bila di sekitar kita tidak tersedia pangan. Tentulah kita akan menjadi sangat kelaparan seperti halnya Raja Manusia dalam dongeng di atas.
***
    Ada sebuah peribahasa yang mengatakan, "hendaklah kita seperti padi, semakin berisi semakin merunduk." Maksud dari peribahasa di atas adalah orang yang cerdik cendekia, makin tinggi derajatnya makin merendah atau rendah hati kepada siapa pun.
Bukan justru "seperti padi hampa, makin lama makin mencongak". Maksud peribahasa tersebut adalah, orang yang bodoh semakin lama justru semakin sombong. (Daryanto, Sigit, hal. 76).
    Petani dan padi adalah sebuah pribadi yang luar biasa. Mereka begitu berjasa bagi kelangsungan hidup hampir seluruh mahluk hidup di muka bumi ini. Namun mereka tetap sederhana dan tampil apa adanya; tidak neko-neko. Petani selalu belajar dari tanaman padi yang dihasilkannya. Petani sangat paham, jika padi-padi mereka mulai merunduk maka hal itu menjadi tanda bagi para petani bahwa padi-padi mereka mulai berisi. Semakin bernas, semakin merunduk pula batang-batang padi. Dan batang-batang padi yang tetap berdiri tegak dengan congkak justru tanaman padi yang tak berisi, kosong, hampir tanpa arti. Nasib padi sombong tanpa isi akan sama dengan pohon ara yang tidak berbuah. Pemilik padi akan kecewa lalu memotongnya dan membakarnya atau memberikannya pada ternaknya.
    "Seorang mempunyai pohon ara yang tumbuh di kebun anggurnya, dan ia datang untuk mencari buah pada pohon itu, tetapi ia tidak menemukannya. Lalu ia berkata pada pengurus kebun anggur itu: Sudah tiga tahun aku datang ,mencari buah pada pohon ara ini dan aku tidak menemukannya. Tebanglah pohon ini! Untuk apa ia hidup di tanah ini dengan percuma! (Lukas, 13:6-7).
    Falsafah padi "kian berisi kian merunduk" itulah yang diturut petani. Meski pun mereka tahu bahwa hasil panen mereka sangat dibutuhkan dan dicari orang, tetapi mereka tidak pernah menuntut lebih. Tidak pernah seenaknya mempermainkan harga padi sehingga penyengsarakan banyak orang. Petani tetaplah orang-orang yang bersahaja dalam tutur kata dan penampilan. Rendah hati dan penuh belas kasih pada sesama.