TRAGEDI BUNGA MAWAR
Harum mawar memancar
Dari kelopak kembangmu
Sorot kesejukan dalam untaian nada kasih
Yang terjalin indah di taman bunga
Haru biru dan gegap gempita
Adalah nyanyian cinta di hari senja
Mawar mekar berguguran
Dalam kepuasan kasih dan birahi sang waktu
Duri-durimu masih pongah
Dalam kesombongan yang semu
Di balik kerapuhan cintamu
Mekar dalam sekejab, layu berguguran dan berhamburan
Walau wangi harummu
Sempat menghias relung hatiku
Kandas dan tercerai-berai
Diterpa angin senja yang sedikit nakal dan binal
Berjatuhan nasib takdir hidupmu
Dalam pelukan segumpalan debu.
Segala sesuatu yang nampak indah atau cantik belum tentu membawa keberuntungan dan kebahagiaan. Ibarat setangkai bunga mawar merah yang sedang mekar, ia begitu cantik dan mempesona. Tetapi bila kita tidak berhati-hati saat kita hendak memetiknya, tangan kita bisa tertusuk duri. Dan kecantikan bunga mawar juga mengingatkan kita bahwa tak ada sesuatu yang abadi. Tak berapa lama kelopak mawar pun berjatuhan terlebih saat tersentuh tangan atau tertiup angin.
Gemerlap dunia tak jarang hanya sebuah kebahagiaan semu. Saat kita tak kuasa menahan diri, bukannya kita yang memanfaatkan atau “memperbudak” segala harta benda, namun salah-salah kitalah yang diperbudaknya.
Yakobus dalam salah satu suratnya (5:1-6) telah mengingatkan kita: “Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu! Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir. Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu. Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari-hari penyembelihan. Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu.
Kenikmatan harta benda duniawi seperti keindahan sekuntum bunga mawar. Di balik keindahannya, tersimpan duri-duri yang tajam tetapi juga kerapuhan kelopak bunganya. Demikian kenikmatan harta benda dunia, telah meninabobokkan kita hingga kadang kita lupa diri. Segala cara, segala daya, dan segala upaya kita gunakan untuk menumpuk harta dan kekayaan. Hingga kita lupa bahwa apa yang kita lakukan nantinya harus dipertanggungjawabkan.
Mungkin dihadapan manusia kita bisa luput dari segala pertanggungjawaban, tapi dihadapan-Nya apa yang dapat kita perbuat? Segala emas, segala perak akan bersaksi pada kita atas bagaimana cara kita memperolehnya. Dan kesaksiannya bukanlah saksi dusta!
Harum mawar memancar
Dari kelopak kembangmu
Sorot kesejukan dalam untaian nada kasih
Yang terjalin indah di taman bunga
Haru biru dan gegap gempita
Adalah nyanyian cinta di hari senja
Mawar mekar berguguran
Dalam kepuasan kasih dan birahi sang waktu
Duri-durimu masih pongah
Dalam kesombongan yang semu
Di balik kerapuhan cintamu
Mekar dalam sekejab, layu berguguran dan berhamburan
Walau wangi harummu
Sempat menghias relung hatiku
Kandas dan tercerai-berai
Diterpa angin senja yang sedikit nakal dan binal
Berjatuhan nasib takdir hidupmu
Dalam pelukan segumpalan debu.
Segala sesuatu yang nampak indah atau cantik belum tentu membawa keberuntungan dan kebahagiaan. Ibarat setangkai bunga mawar merah yang sedang mekar, ia begitu cantik dan mempesona. Tetapi bila kita tidak berhati-hati saat kita hendak memetiknya, tangan kita bisa tertusuk duri. Dan kecantikan bunga mawar juga mengingatkan kita bahwa tak ada sesuatu yang abadi. Tak berapa lama kelopak mawar pun berjatuhan terlebih saat tersentuh tangan atau tertiup angin.
Gemerlap dunia tak jarang hanya sebuah kebahagiaan semu. Saat kita tak kuasa menahan diri, bukannya kita yang memanfaatkan atau “memperbudak” segala harta benda, namun salah-salah kitalah yang diperbudaknya.
Yakobus dalam salah satu suratnya (5:1-6) telah mengingatkan kita: “Jadi sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara yang akan menimpa kamu! Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan ngengat! Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir. Sesungguhnya telah terdengar teriakan besar, karena upah yang kamu tahan dari buruh yang telah menuai hasil ladangmu, dan telah sampai ke telinga Tuhan semesta alam keluhan mereka yang menyabit panenmu. Dalam kemewahan kamu telah hidup dan berfoya-foya di bumi, kamu telah memuaskan hatimu sama seperti pada hari-hari penyembelihan. Kamu telah menghukum, bahkan membunuh orang yang benar dan ia tidak dapat melawan kamu.
Kenikmatan harta benda duniawi seperti keindahan sekuntum bunga mawar. Di balik keindahannya, tersimpan duri-duri yang tajam tetapi juga kerapuhan kelopak bunganya. Demikian kenikmatan harta benda dunia, telah meninabobokkan kita hingga kadang kita lupa diri. Segala cara, segala daya, dan segala upaya kita gunakan untuk menumpuk harta dan kekayaan. Hingga kita lupa bahwa apa yang kita lakukan nantinya harus dipertanggungjawabkan.
Mungkin dihadapan manusia kita bisa luput dari segala pertanggungjawaban, tapi dihadapan-Nya apa yang dapat kita perbuat? Segala emas, segala perak akan bersaksi pada kita atas bagaimana cara kita memperolehnya. Dan kesaksiannya bukanlah saksi dusta!