Wednesday 15 February 2012

NISAN

NISAN
Pada nisan  berwarna merah itu
Tertulis dengan jelas namamu, Ibu
Di bawah batu nisan itulah
Kau terbaring dalam tidur panjangmu.
Dan bila kurindu
Tak lagi aku mampu tatap wajahmu
Hanya batu nisan yang terukir namamu itulah
Yang dapat kutemui kemudian.
Dalam untaian doa yang selalu kupanjatkan
Semogalah Tuhan bukakan pintu Surga buatmu
Dan di situ jualah
Kelak kita kan bertemu, Ibu.

    Sebagai tanda dan sebagai pengingat maka dipasanglah nisan di atas makam bunda. Dipilih warna merah oleh ayah, supaya terlihat dengan jelas. Dan pada nisan itu tertulis dengan jelas nama bunda dan saat wafatnya.
    Setiap kali ke makam bunda, aku selalu disadarkan bahwa ke sana jualah kelak aku adanya. Aku bukanlah manusia abadi yang tak bisa mati. Dan kematian adalah satu hal yang pasti akan kuhadapi walau entah kapan. Setiap kali ingat semua itu, aku kembali pada kesadaran bahwa terlalu banyaklah dosa, sedangkan kebajikan belum seberapa.
    Manusia dicipta-Nya dari debu tanah, maka manusia akan kembali menjadi debu juga.
(7) ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup (Kejadian 2:7). Itulah kesadaran yang selalu kutemukan setiap kali aku berkunjung ke makam Bunda. Sungguh sebuah kesadaran yang selama ini kuabaikan. Terlebih bila aku ingat bila Bunda kembali pada-Nya. Sungguh seperti yang disabdakan-Nya bahwa semua tak ada yang tahu kapan saatnya tiba. (44) Sebab itu, hendaklah kamu juga siap sedia, karena Anak Manusia datang pada saat yang tidak kamu duga." (Matius, 24:44).
    Hari itu Bunda masih melakukan aktivitas seperti biasa. Bahkan sehabis mandi sore dan hendak berpakaian saat panggilan Tuhan mulai dirasakan. Dan semua berlalu begitu cepat. Hanya dalam waktu satu malam, semuanya berakhir seperti kehendak-Nya. Bunda pulang memenuhi panggilan-Nya.

No comments:

Post a Comment